Orang Tua Dilarang Bilang Tidak Punya Uang ke Anak, Ini Alternatifnya
Table of content:
Orang tua sering kali menghadapi tantangan ketika anak-anak mereka mengajukan permintaan yang melampaui anggaran keluarga. Saat mendengar pertanyaan seperti, “Bisa nggak kita liburan ke Jepang?” banyak orang tua yang secara refleks memberikan jawaban negatif yang menegaskan keterbatasan finansial, seperti “Kita nggak mampu” atau “Ayah/ibu enggak punya uang.” Meskipun tampaknya wajar, pakar psikologi keuangan menjelaskan bahwa respons semacam itu bisa berpotensi menanamkan pola pikir finansial yang kurang sehat pada anak.
Brad T. Klontz, seorang psikolog keuangan sekaligus anggota dewan penasihat digital, mendorong orang tua untuk mengganti kalimat tersebut dengan ungkapan yang lebih konstruktif. Menurutnya, ada sejumlah alasan penting untuk menghindari frasa ini dalam percakapan sehari-hari di dalam keluarga.
Melalui pendekatan yang lebih positif, orang tua bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang keuangan kepada anak-anak mereka. Dengan cara ini, orang tua tidak hanya membahas keterbatasan, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai penting tentang pengelolaan uang yang baik.
Mengapa Menjelaskan Keuangan dengan Baik Sangat Penting?
“Kita nggak punya uang” sering kali tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan. Meskipun mungkin ada situasi di mana keuangan terbatas, ada cara untuk menjelaskan keadaan tersebut. Klontz menekankan bahwa banyak keinginan anak sebenarnya bisa dipenuhi jika orang tua bersedia melakukan kompromi, seperti menjual aset atau mencari alternatif lain.
Tentunya, alasan di balik ketidakmampuan finansial sering kali lebih kompleks daripada sekadar tidak memiliki uang. Dengan menghindari frasa ini, orang tua dapat menciptakan ruang untuk diskusi yang lebih terbuka tentang bagaimana uang dikelola dan prioritas keuangan yang diambil dalam sebuah keluarga.
Keterbukaan dalam pembicaraan tentang keuangan tidak hanya membantu anak-anak memahami situasi saat ini, tetapi juga memberikan mereka gambaran yang lebih jelas tentang cara membuat keputusan finansial kedepannya. Ini juga mengajarkan mereka bahwa terdapat cara untuk mencapai impian tanpa harus berutang atau terjebak dalam siklus pengeluaran yang tidak bijaksana.
Bahaya Psikologis Akibat Pola Pikir Kekurangan
Anak-anak yang sering mendengar kalimat “kita nggak punya uang” dapat mengembangkan pola pikir bahwa uang selalu langka. Klontz menghubungkan ini dengan perilaku impulsif, di mana saat dewasa, mereka mungkin merasakan dorongan untuk “balas dendam” dengan pengeluaran yang berlebihan.
Ketika mereka akhirnya berkesempatan untuk mengelola uang, seperti menggunakan kartu kredit atau pinjaman, mereka mungkin merasa bahwa ini adalah kesempatan untuk mendapatkan apa yang tidak pernah mereka miliki sebelumnya. Hal ini bisa memicu masalah keuangan yang lebih besar dan berkelanjutan, termasuk kecenderungan untuk berutang dengan cara yang tidak bertanggung jawab.
Perilaku seperti ini tidak hanya berpotensi membawa efek buruk bagi kesehatan keuangan individu, tetapi juga dapat memperparah ketidakstabilan emosional. Akibatnya, anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang memfokuskan pada kekurangan mungkin lebih rentan terhadap masalah kecemasan dan stres di kemudian hari.
Peluang untuk Mengajarkan Literasi Keuangan
Permintaan anak terhadap barang-barang mahal dapat menjadi momen berharga untuk mengajarkan mereka tentang literasi keuangan. Ketika seorang anak berharap memiliki sesuatu yang tidak realistis, orang tua seharusnya tidak langsung menolak, tetapi mengambil kesempatan itu untuk menjelaskan pentingnya pengelolaan uang.
Misalnya, melalui pembicaraan mengenai mengapa pengeluaran tertentu tidak menjadi prioritas, orang tua dapat membantu anak memahami lebih lanjut tentang tujuan keuangan keluarga. Ini juga menciptakan konteks bagi anak untuk belajar mengenai nilai menunda kepuasan demi pencapaian jangka panjang.
Dengan cara ini, orang tua bisa mengajarkan anak bukan hanya tentang uang, tetapi juga tentang bagaimana mencapai impian dan menyusun rencana keuangan secara efektif. Momen-momen ini dapat menjadi kunci penting dalam pembentukan pola pikir yang sehat mengenai keuangan di masa depan.
Strategi untuk Diskusi yang Konstruktif
Alih-alih merespon permintaan dengan frasa negatif, Klontz merekomendasikan agar orang tua menggunakan ungkapan yang lebih positif seperti, “Ayah/ibu sebenarnya punya uang, tetapi kami memilih menggunakannya untuk hal lain.” Dengan kalimat ini, orang tua dapat menjelaskan pilihan-pilihan yang ada dan alasannya.
Penting untuk memberikan konteks yang jelas, seperti menjelaskan bahwa uang saat ini digunakan untuk membayar utang, menabung untuk rumah, atau persiapan dana pendidikan. Dengan cara ini, anak belajar bahwa keputusan finansial melibatkan prioritas dan nilai-nilai yang dipegang dalam keluarga.
Dengan mendiskusikan keuangan secara terbuka, orang tua dapat membantu anak-anak mereka membangun hubungan yang sehat dengan uang. Ini akan menjadikan mereka lebih siap menghadapi tantangan keuangan di masa depan tanpa merasa tertekan atau membandingkan diri dengan orang lain.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now








