Eks Sekjen Kemnaker Heri Sudarmanto Ditetapkan Tersangka dalam Kasus Pemerasan TKA
Table of content:
Kasus pemerasan yang melibatkan agen tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia telah mencuat ke permukaan, menyoroti praktik-praktik korupsi di dalam tubuh Kementerian Ketenagakerjaan. Dalam situasi ini, para pemohon yang ingin mengurus RPTKA dihadapkan pada tekanan untuk menyetorkan sejumlah uang agar proses mereka bisa dipercepat.
Sistem yang berlaku menunjukkan bahwa hanya pemohon yang bersedia membayar yang diprioritaskan. Bagi mereka yang enggan membayar, proses pengurusan RPTKA akan terhambat, menciptakan ketidakadilan yang mencolok di dalam layanan publik.
Ironisnya, meskipun ada ancaman denda yang diberlakukan bagi perusahaan yang terlambat dalam penerbitan RPTKA, beberapa pemohon masih merasa terpaksa untuk ‘meminta bantuan’ di kantor Kemenaker. Hal ini mencerminkan sebuah budaya yang sangat merugikan dalam pelayanan publik.
Proses Pemerasan dan Dampaknya di Kementerian Ketenagakerjaan
Dalam praktiknya, para pejabat tinggi di Kementerian Ketenagakerjaan diduga terlibat langsung dalam skema pemerasan ini. Beberapa nama, seperti SH, HY, WP, dan DA, telah dikaitkan dengan perintah untuk memungut uang dari para pemohon.
Proses wawancara untuk identitas dan pekerjaan TKA selanjutnya menjadi alat untuk mengatur dan mempercepat proses bagi mereka yang telah membayar. Tanggal wawancara ini ditentukan secara manual, memperkuat dugaan bahwa ada pengaturan yang tidak transparan dalam sistem.
Jumlah total uang yang terkumpul dari praktik ini mencengangkan, mencapai sekitar Rp 53,7 miliar sepanjang periode 2019 hingga 2024. Ini menunjukkan betapa meluasnya praktik tidak etis ini, tidak hanya melibatkan segelintir orang tetapi juga meluas ke berbagai karyawan lainnya.
Keterlibatan Pegawai Kementerian dalam Penyelewengan Dana
Sebagai dampak dari aksi korupsi ini, tidak hanya delapan tersangka yang diduga menikmati hasil pemerasan, tetapi ada hingga 85 pegawai di Direktorat PPTKA yang terlibat dalam pembagian uang hasil korupsi sebesar Rp 8,95 miliar. Hal ini menunjukkan adanya jaringan yang lebih besar di dalam organisasi.
Pihak KPK juga menjelaskan bahwa hasil korupsi tersebut tidak hanya dinikmati oleh pegawai di Direktorat PPTKA tetapi juga mencakup pegawai di Direktorat Binaperta, yang menggunakan uang tersebut untuk berbagai keperluan, termasuk makan siang dan kegiatan non-budgeter lainnya.
Di sisi lain, uang tersebut juga mengalir ke karyawan lain, seperti office boy (OB) dan staf yang terlibat dalam urusan administratif sehari-hari. Lebih kurang Rp 5 miliar juga disalurkan kepada mereka, mengindikasikan bahwa korupsi tersebut telah merusak struktur organisasi secara lebih luas.
Langkah Hukum dan Harapan untuk Perbaikan
Melihat potensi dampak negatif dari kasus ini, KPK telah mengambil langkah-langkah hukum untuk menindak tegas semua pihak yang terlibat. Kasus ini menjadi sorotan publik yang tidak hanya menuntut keadilan bagi korban pemerasan, tetapi juga mendorong perbaikan sistem di dalam Kementerian Ketenagakerjaan.
Harapan besar kini tertuju pada penegakan hukum yang lebih ketat serta reformasi internal untuk mencegah praktik korupsi serupa. Dengan demikian, semua pemohon, baik yang menyetorkan uang buka yang tidak, bisa mendapatkan pelayanan yang adil dan transparan.
Ke depannya, diharapkan ada tindakan konkret untuk membersihkan institusi dari praktik koruptif seperti ini. Dengan begitu, masyarakat dapat memiliki kepercayaan yang lebih besar terhadap pelaksanaan tugas lembaga negara.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now







